Wisata dan Budaya Wabula (WIBAWA)
Kecamatan Wabula merupakan salah satu
kecamatan yang secara administrasi masuk
dalam wilayah administratif Kabupaten Buton. Kecamatan ini terdiri dari Tujuh desa yaitu Desa Wabula, Wabula I,
Wasuemba, Wasampela, Holimombo, Bajo Bahari, dan Desa Koholimombono dengan memiliki Jumlah Penduduk
Sekitar 6.309 jiwa.
Perjalanan TIM Wabula Jurnalistik HIPPMA
LASWABUL Kendari dimulai sekitar bulan Juni 2017 yaitu bertepatan dengan
liburan Ramadhan. Perjalanan kami dimulai dengan expedisi di Kali Topa yang dimana
lokasi ini merupakan sebuah tempat permandian perairan payau yang terletak di
Desa Wabula. Disekitar permandian ini dihiasi dengan batuan-batuan alami serta
dikelilingi dengan ekosistem mangrove yang menambah panorama keindahannya.
Permandian ini cukup potensial dalam pengembangan ekowisata yaitu destinasi
pariwisata yang berwawasan lingkungan.
Perjalanan kami pada hari ke-dua yaitu di
rumah adat Galampa yang dimana pada rumah adat ini, tempat berlangsungnya
kegiatan adat dan budaya Wabula. Di dekat GALAMPA ada sebuah Meriam berwarna
keemasan. Meriam tersebut berukuran panjang 116,5 cm dan diameter lubang
moncong depan 7 cm. Pada bagian belakang Meriam terdapat lubang penyulut dengan
diameter 3 cm. Bentuk dan ukuran Meriam tersebut memiliki kesamaan dengan
sejumlah Meriam yang kini masih tersimpan di beberapa sisi benteng Keraton
Buton.
Perjalanan kami pada hari ketiga yaitu di
Desa Wasuemba yang dimulai dengan mengunjungi salah satu perahu bersejarah
yaitu perahu la kambaebunga. Perahu LAKAMBAEBUNGA atau WAKAMBAEBUNGA adalah
perahu yg berangkat dari cina yg dinahkodai Sribajala dengan tujuan mencari
jodoh. Perahu tersebut menyusuri asia tenggara dan masuk diwilayah nusantara
dan berlabuh di labuan walanda sebagai pelabuhan pertama yg mereka singgahi. kedua
kolencusu dan ketiga Wasalabose. Diwasalabose rombongan sribajala beristrahat. Namun
sribajala memerintahkan kepada para pengawal untuk berjaga-jaga karena beliau
mendapat petunjuk keberadaan jodohnya. Disuatu malam muncul cahaya dari arah
selatan tepatnya dari KONCU. Maka berangkatlah besok paginya SRIBAJALA menuju
KONCU. Dikoncu sribajala bertemu dengan Putri WABULA-BULA. tempat pertemuan
tersebut diabadikan sampai saat ini dengan sebutan WACU POJANJIA. Dikoncu
sribajala dan wabula-bula melangsungkan perkawinan. Jadi perahu LAKAMBAEBUNGA
adalah perahu yg dari cina dinahkodai sribajala dengan tujuan mencari jodoh.
Setelah mengunjungi perahu bersejarah ini,
kami pun melanjutkan perjalanan sampai ke Pantai Lahunduru yang dimana, pantai
ini merupakan salah satu pantai yang cukup potensial namun hingga saat ini,
umumnya pengunjung yang datang hanya masyarakat sekitar saja. Pada Lokasi
perairan ada OMBO yang dimana merupakan sebuah kearifan lokal yang tetap
terjaga hingga saat ini. Konon pada lokasi ini banyak ditemukan ikan-ikan besar
dan memiliki keanekaragaman ekosistem terumbu karang.
Perjalanan kami selanjutnya yaitu
melakukan expedisi di Kota Tua Liwu dan Koncu. Yang dimana kedua tempat ini
merupakan tempat bersejarah terkhusus bagi peradaban Wabula. Koncu merupakan
tempat pemukiman/kampung pertama bagi masyarakat wabula mpuu saat itu. Pada
tempat inilah mulai ditata dan diletakan peradaban masyarakat wabula mpuu oleh
LASABOKA dengan berlandaskan pada faham dan mengambil misil dari proses
kejadian manusia. Di koncu ini dibangun 2 lapis benteng yang mengandung maksud
sebagai proses perjalanan 2 dimensi yang tidak terpisahkan yakni yang lahir dan
batin (rohani dan jasmani). Selain itu ditempat bersejarah ini, Raja Wakakaa
dilantik sebagai Raja Wabula dengan sebutan KOLAKINO KONCU yang pertama. Sebelum
dilantik sebagai kolakino koncu kedatangan Wakakakaa dikoncu dengan tujuan yang
dalam bahasa wabula disebut Namiliwu, Namikota, Namembula, naparintah.
Mengandung arti ingin mengembangkan terhadap apa yang telah dibuat oleh
masyarakat wabula mpuu serta ingin memerintah jika diikut sertakan dalam
pemerintahan.
LIWU adalah kampung kedua setelah koncu. Sebelum
menempati liwu dibawa pimpinan KUMAHA masyarakat wabula mengadakan transmigrasi
dari KONCU KE LASALIMU tepatnya di (BONE LALO) dengan tujuan membuka lahan
perkebunan yang disebut dengan BANTE. Dalam pelaksanaan Bante tersebut KUMAHA
bertemu dengan syekh abdul wahid yang saat itu melakukan perjalanan keadonara
namun terlebih dahulu singgah ditempat pemukiman Kumaha di BONE LALO. Pada
pertemuan tersebut Syekh abdul wahid mengarahkan KUMAHA untuk kembali ketempat
asalnya Dikoncu. Maka kembalilah kumaha dikoncu, Namun kembalinya dikoncu untuk
persiapan pemindahan perkampungan dari KONCU ke LIWU. Perpindahan tersebut
diawali dengan PIMANU mengandung arti mendekatkan diri pada yang Maha kuasa
kiranya diberikan petunjuk untuk mendapatkan tempat yang tepat guna mendirikan
ibukota WABULA yang baru. Pimanu ini dilakukan disuatu bukit yang kemudian
diabadikan dengan nama TOMBUKUNO PIMANUA. Dari hasil pimanu ini mereka
mendapatkan petunjuk bahwa tempat yang tepat untuk mendirikan kampung wabula
dibagian timur koncu. Dalam perjalanan kearah timur koncu masyarakat wabula
beristrahat disalah satu bukit yang disebut dengan TOMBUKUNO WAKOA kemudian
melanjutkan perjalanan dan beristrahat disuatu tempat yang saat ini disebut LA
LUNDU. Ditempat ini KUMAHA mendapat inspirasi bahwa ditempat itulah tempat yg
tepat untuk mendirikan kampung. Langkah yg ditempuh untuk pendirian kampung tersebut
antara lain:
1.
Mengadakan
musyawarah disalah satu tempat yg kemudian tempat tersebut diabadikan sebagai
tongaata. (Semacam lapangan kecil untuk pertemuan).
2.
Mengadakan survey
lapangan dan dalam survey tersebut mereka menemukan sepohon rotan dan tempat
tumbuhnya rotan tersebut diabadikan dengan nama lakancuna.
3.
Mereka mendirikan
galampa sebagai rumah adat. Galampa didirikan disamping tonga ata.
4.
Mereka mengukur
luasnya kota dengan benang yang disebut AGINAYNO artinya gulungan benang.
5.
Meletakan batu
pertama pembangunan kampung yang terdiri dari tumpukan batu yang disebut
KABALU-BALUARA, yang merupakan tiang penyanggah pintu gerbang kota yang disebut
LAWA. Inilah asal muasal kampung LIWU. Dikampung LIWU juga dibangun 2 lapis
benteng dan terdiri atas 4 pintu gerbang/lawa utama yakni LAWA LAKEDO yang
merupakan lawa pertama kota, LAWA AMAGASA, LAWA WOLIO dan LAWA BARANGKA.
Masyarakat Desa Wabula, Kecamatan Wabula
Kabupaten Buton termasuk kuat mempertahankan adat istiadat yang sudah turun
temurun dari nenek moyangnya. Salah satu tradisi yang kini masih berlasung di
sana, yakni pesta pidoaano kuri. Pesta yang dimaksudkan sebagai bentuk rasa
syukur masyarakat terhadap Sang Pecipta. Biasanya dilakukan dua kali dalam
setahun. Pidoaano kuri bisa diartikan pembacaan doa untuk keselamatan hidup.
Masyarakat Wabula menggelar ritual budaya pidoaano kuri pada bulan ketiga dan
ketujuh. Tradisi ini dikaitkan dengan musim tanam dan musim panen. Saat pesta
budaya itu digelar, bukan hanya masyarakat setempat yang bersuka cita. Tapi
masyarakat Wabula yang berada di perantauan pun menyempatkan pulang kampung.
Pesta budaya pidoaano kuri bisa juga sebagai ajang silaturahmi. Pada saat perayaan
itu semua masyarakat Wabula berkumpul termasuk warga perantauan. Mereka datang
meramaikan pidoaano kuri. Artinya silaturahmi itu, tidak hanya antarwarga
Wabula yang berada di desa, tapi juga warga yang ada di luar kota. Acara
tari-tarian dimaksudkan untuk menjaga seni budaya warga Wabula tidak punah.
Pria wanita, tua muda punya bagian masing-masing. Untuk penyambutan tamu,
biasanya digelar tarian bure. Tarian bure dilakukan oleh sejumlah tokoh adat.
Tarian itu mengiringi tamu untuk dibawa ke galampa (balai pertemuan). banyak
tarian yang ditampilkan pada acara pidoaano kuri. Para perempuan biasanya
menampilkan tarian linda. Sementara masyarakat umum, membawakan tarian caca.
Pada puncaknya, para tokoh adat beratraksi dengan tarian cungka. Secara garis
besar, gerakan tari khas Wabula sangat sederhana dan lugas. Di balik itu,
mengandung makna masyarakat Wabula sangat terbuka dan ramah menyambut tamu. Sebelum
berbagai tarian ditampilkan di galampa, masyarakat Wabula sudah terbiasa
menghidangkan aneka makanan khas kepada para tamu. Bahkan hidangan makanan yang
diberikan kepada tamu (per orangnya) cukup banyak. Mulai dari nasi lengkap
dengan lauk pauknya, hingga buah-buahan dan aneka cemilan.