Gambar tema oleh MichaelJay. Diberdayakan oleh Blogger.

Artikel
Kumpulan Tulisan Kami

Sabtu, 18 November 2017

Wisata dan Budaya Wabula (WIBAWA)

 


Kecamatan Wabula merupakan salah satu kecamatan  yang secara administrasi masuk dalam wilayah administratif Kabupaten Buton. Kecamatan ini terdiri dari  Tujuh desa yaitu Desa Wabula, Wabula I, Wasuemba, Wasampela, Holimombo, Bajo Bahari, dan Desa  Koholimombono dengan memiliki Jumlah Penduduk Sekitar 6.309 jiwa.
Perjalanan TIM Wabula Jurnalistik HIPPMA LASWABUL Kendari dimulai sekitar bulan Juni 2017 yaitu bertepatan dengan liburan Ramadhan. Perjalanan kami dimulai dengan expedisi di Kali Topa yang dimana lokasi ini merupakan sebuah tempat permandian perairan payau yang terletak di Desa Wabula. Disekitar permandian ini dihiasi dengan batuan-batuan alami serta dikelilingi dengan ekosistem mangrove yang menambah panorama keindahannya. Permandian ini cukup potensial dalam pengembangan ekowisata yaitu destinasi pariwisata yang berwawasan lingkungan.
Perjalanan kami pada hari ke-dua yaitu di rumah adat Galampa yang dimana pada rumah adat ini, tempat berlangsungnya kegiatan adat dan budaya Wabula. Di dekat GALAMPA ada sebuah Meriam berwarna keemasan. Meriam tersebut berukuran panjang 116,5 cm dan diameter lubang moncong depan 7 cm. Pada bagian belakang Meriam terdapat lubang penyulut dengan diameter 3 cm. Bentuk dan ukuran Meriam tersebut memiliki kesamaan dengan sejumlah Meriam yang kini masih tersimpan di beberapa sisi benteng Keraton Buton.
Perjalanan kami pada hari ketiga yaitu di Desa Wasuemba yang dimulai dengan mengunjungi salah satu perahu bersejarah yaitu perahu la kambaebunga. Perahu LAKAMBAEBUNGA atau WAKAMBAEBUNGA adalah perahu yg berangkat dari cina yg dinahkodai Sribajala dengan tujuan mencari jodoh. Perahu tersebut menyusuri asia tenggara dan masuk diwilayah nusantara dan berlabuh di labuan walanda sebagai pelabuhan pertama yg mereka singgahi. kedua kolencusu dan ketiga Wasalabose. Diwasalabose rombongan sribajala beristrahat. Namun sribajala memerintahkan kepada para pengawal untuk berjaga-jaga karena beliau mendapat petunjuk keberadaan jodohnya. Disuatu malam muncul cahaya dari arah selatan tepatnya dari KONCU. Maka berangkatlah besok paginya SRIBAJALA menuju KONCU. Dikoncu sribajala bertemu dengan Putri WABULA-BULA. tempat pertemuan tersebut diabadikan sampai saat ini dengan sebutan WACU POJANJIA. Dikoncu sribajala dan wabula-bula melangsungkan perkawinan. Jadi perahu LAKAMBAEBUNGA adalah perahu yg dari cina dinahkodai sribajala dengan tujuan mencari jodoh.
Setelah mengunjungi perahu bersejarah ini, kami pun melanjutkan perjalanan sampai ke Pantai Lahunduru yang dimana, pantai ini merupakan salah satu pantai yang cukup potensial namun hingga saat ini, umumnya pengunjung yang datang hanya masyarakat sekitar saja. Pada Lokasi perairan ada OMBO yang dimana merupakan sebuah kearifan lokal yang tetap terjaga hingga saat ini. Konon pada lokasi ini banyak ditemukan ikan-ikan besar dan memiliki keanekaragaman ekosistem terumbu karang.
Perjalanan kami selanjutnya yaitu melakukan expedisi di Kota Tua Liwu dan Koncu. Yang dimana kedua tempat ini merupakan tempat bersejarah terkhusus bagi peradaban Wabula. Koncu merupakan tempat pemukiman/kampung pertama bagi masyarakat wabula mpuu saat itu. Pada tempat inilah mulai ditata dan diletakan peradaban masyarakat wabula mpuu oleh LASABOKA dengan berlandaskan pada faham dan mengambil misil dari proses kejadian manusia. Di koncu ini dibangun 2 lapis benteng yang mengandung maksud sebagai proses perjalanan 2 dimensi yang tidak terpisahkan yakni yang lahir dan batin (rohani dan jasmani). Selain itu ditempat bersejarah ini, Raja Wakakaa dilantik sebagai Raja Wabula dengan sebutan KOLAKINO KONCU yang pertama. Sebelum dilantik sebagai kolakino koncu kedatangan Wakakakaa dikoncu dengan tujuan yang dalam bahasa wabula disebut Namiliwu, Namikota, Namembula, naparintah. Mengandung arti ingin mengembangkan terhadap apa yang telah dibuat oleh masyarakat wabula mpuu serta ingin memerintah jika diikut sertakan dalam pemerintahan.
LIWU adalah kampung kedua setelah koncu. Sebelum menempati liwu dibawa pimpinan KUMAHA masyarakat wabula mengadakan transmigrasi dari KONCU KE LASALIMU tepatnya di (BONE LALO) dengan tujuan membuka lahan perkebunan yang disebut dengan BANTE. Dalam pelaksanaan Bante tersebut KUMAHA bertemu dengan syekh abdul wahid yang saat itu melakukan perjalanan keadonara namun terlebih dahulu singgah ditempat pemukiman Kumaha di BONE LALO. Pada pertemuan tersebut Syekh abdul wahid mengarahkan KUMAHA untuk kembali ketempat asalnya Dikoncu. Maka kembalilah kumaha dikoncu, Namun kembalinya dikoncu untuk persiapan pemindahan perkampungan dari KONCU ke LIWU. Perpindahan tersebut diawali dengan PIMANU mengandung arti mendekatkan diri pada yang Maha kuasa kiranya diberikan petunjuk untuk mendapatkan tempat yang tepat guna mendirikan ibukota WABULA yang baru. Pimanu ini dilakukan disuatu bukit yang kemudian diabadikan dengan nama TOMBUKUNO PIMANUA. Dari hasil pimanu ini mereka mendapatkan petunjuk bahwa tempat yang tepat untuk mendirikan kampung wabula dibagian timur koncu. Dalam perjalanan kearah timur koncu masyarakat wabula beristrahat disalah satu bukit yang disebut dengan TOMBUKUNO WAKOA kemudian melanjutkan perjalanan dan beristrahat disuatu tempat yang saat ini disebut LA LUNDU. Ditempat ini KUMAHA mendapat inspirasi bahwa ditempat itulah tempat yg tepat untuk mendirikan kampung. Langkah yg ditempuh untuk pendirian kampung tersebut antara lain:
1.      Mengadakan musyawarah disalah satu tempat yg kemudian tempat tersebut diabadikan sebagai tongaata. (Semacam lapangan kecil untuk pertemuan).
2.      Mengadakan survey lapangan dan dalam survey tersebut mereka menemukan sepohon rotan dan tempat tumbuhnya rotan tersebut diabadikan dengan nama lakancuna.
3.      Mereka mendirikan galampa sebagai rumah adat. Galampa didirikan disamping tonga ata.
4.      Mereka mengukur luasnya kota dengan benang yang disebut AGINAYNO artinya gulungan benang.
5.      Meletakan batu pertama pembangunan kampung yang terdiri dari tumpukan batu yang disebut KABALU-BALUARA, yang merupakan tiang penyanggah pintu gerbang kota yang disebut LAWA. Inilah asal muasal kampung LIWU. Dikampung LIWU juga dibangun 2 lapis benteng dan terdiri atas 4 pintu gerbang/lawa utama yakni LAWA LAKEDO yang merupakan lawa pertama kota, LAWA AMAGASA, LAWA WOLIO dan LAWA BARANGKA.
Masyarakat Desa Wabula, Kecamatan Wabula Kabupaten Buton termasuk kuat mempertahankan adat istiadat yang sudah turun temurun dari nenek moyangnya. Salah satu tradisi yang kini masih berlasung di sana, yakni pesta pidoaano kuri. Pesta yang dimaksudkan sebagai bentuk rasa syukur masyarakat terhadap Sang Pecipta. Biasanya dilakukan dua kali dalam setahun. Pidoaano kuri bisa diartikan pembacaan doa untuk keselamatan hidup. Masyarakat Wabula menggelar ritual budaya pidoaano kuri pada bulan ketiga dan ketujuh. Tradisi ini dikaitkan dengan musim tanam dan musim panen. Saat pesta budaya itu digelar, bukan hanya masyarakat setempat yang bersuka cita. Tapi masyarakat Wabula yang berada di perantauan pun menyempatkan pulang kampung. Pesta budaya pidoaano kuri bisa juga sebagai ajang silaturahmi. Pada saat perayaan itu semua masyarakat Wabula berkumpul termasuk warga perantauan. Mereka datang meramaikan pidoaano kuri. Artinya silaturahmi itu, tidak hanya antarwarga Wabula yang berada di desa, tapi juga warga yang ada di luar kota. Acara tari-tarian dimaksudkan untuk menjaga seni budaya warga Wabula tidak punah. Pria wanita, tua muda punya bagian masing-masing. Untuk penyambutan tamu, biasanya digelar tarian bure. Tarian bure dilakukan oleh sejumlah tokoh adat. Tarian itu mengiringi tamu untuk dibawa ke galampa (balai pertemuan). banyak tarian yang ditampilkan pada acara pidoaano kuri. Para perempuan biasanya menampilkan tarian linda. Sementara masyarakat umum, membawakan tarian caca. Pada puncaknya, para tokoh adat beratraksi dengan tarian cungka. Secara garis besar, gerakan tari khas Wabula sangat sederhana dan lugas. Di balik itu, mengandung makna masyarakat Wabula sangat terbuka dan ramah menyambut tamu. Sebelum berbagai tarian ditampilkan di galampa, masyarakat Wabula sudah terbiasa menghidangkan aneka makanan khas kepada para tamu. Bahkan hidangan makanan yang diberikan kepada tamu (per orangnya) cukup banyak. Mulai dari nasi lengkap dengan lauk pauknya, hingga buah-buahan dan aneka cemilan.
 

Silahkan Berlangganan !!
Untuk Melihat Informasi Terupdate !